Sabtu, 29 Oktober 2011

Sinopsis Anak Perawan di Sarang Penyamun

Seorang saudagar kaya bernama Haji Sahak akan pergi berdagang ke Palembang. Dari Pagar Alam ke Palembang itu, Haji Sahak membawa berpuluh-puluh kerbau dan beberapa macam barang dagangan lainnya. Istri dan anak perawannya juga ikut pergi bersamanya pergi ke Palembang.
Di tengah-tengah perjalanan, rombongan Haji Sahak dihadang oleh segerombolah perampok yang di pimpin Medasing. Perampok ini sangat kejam. Haji Sahak, istrinya yang bernama Nyai Hajjah Andun, serta rombongan penyerta Haji Sahak lainnya dibunuh oleh perampok itu. Akan tetapi, Sayu, anak perawan Haji Sahak itu tidak mereka bunuh. Kemudian Sayu ikut dibawa ke sarang penyamun pimpinan Medasing itu.
Suatu hari Samad, anak buah Medasing yang tugasnya sebagai pengintai datang ke sarang penyamun. Maksud kedatanganya adalah untuk meminta bagian dari hasil perampokan Medasing. Namun selama Samad berada di sarang penyamun itu, ia langsung jatuh hati pada Sayu yang memang sangat cantik. Secara diam-diam dia berniat membawa Sayu lari dari Sarang penyamun itu. Dan niatnya dibisikan kepada Sayu secara diam-diam. Samad berjanji pada Sayu bahwa dia akan mengembalikan Sayu kepada orang tuanya.
Awalnya Sayu terbujuk oleh rayuan dan janji-janji Samad itu. Dalam dirinya sudah memutuskan untuk ikut lari bersama Samad. Akan tetapi sebelum niat untuk kabur terlaksana, Sayu mulai menangkap gelagat tidak baik dari Samad. Dia mulai ragu dan tidak percaya dengan janji-janji Samad itu. Dihari yang mereka sepakati untuk lari tersebut, Sayu dengan tegas menolak ajakan Samad. Dia walaupun dengan berat hati untuk sementara akan tetap tinggal di sarang penyamun itu.
Setelah berhasil dan sukses merampok keluarga saudagar Haji Sahak, rupanya dalam perampokan-perampokan Medasing dan kawan selanjutnya sering mengalami kegagalan. Kegagalan perapokan yang mereka lakukan sebenarnya disebabkan karena encana mereka selalu dibocorkan oleh Samad. Samad selalu membocorkan rencana Medasing kepada Saudagar dan pedagang kaya yang akan mereka rampok. Itu sebabnya, setiap kali mereka menyerang para pedagang atau saudagar yang lewat, mereka pasti mendapat perlawanan yang luar biasa. Para saudagar dan pedagang sudah menunggu Medasing dan kawan-kawannya. Akibatnya anak buah Medasing banyak yang meninggal ataupun terluka parah. Lama-kelamaan anak buah Medasing hanya tersisa seorang saja, yaitu Sanip. Betapa hancur hati Medasing menerima kenyataan pahit ini. Malah hatinya semakin pilu, ketika dalam perampokan yang terakhir kali, Sanip orang yang paling dia sayangi itu meninggal. Medasing sendiri terluka parah. Namun bisa menyelamatkan diri.
Setelah Sanip meninggal dunia, di sarang penyamun itu tinggal Sayu dan Medasing saja. Sewaktu Medasing terlupa parah, Sayu bingung sekali. Persediaan mereka makin menipis. Dengan penuh rasa kekhawatiran dan rasa takut, Sayu mendekati Medasing. Dia tidak sampai hati melihatnya dalam keadaan parah. Hati nuraninya tergerak ingin mencoba merawat luka-luka yang diderita oleh Medasing.
Awalnya Sayu sangat takut dengan Medasing. Antara perasaan ingin menolong dengan perasaan takut pada Medasing berkcamuk dalam hati dan pikiran Sayu. Dia sangat takut pada Medasing, sebab bagaimanapun Medasing adalah seorang pemimpin perampok yang kejam. Medasing sudah beberapa kali membunuh, termasuk mambunuh kedua Orangtuanya. Seluruh anak buah Medasing yang jumlahnya puluhan itu tak seorangpun berani melawannya.
Akan tetapi perasaan takut dan benci itu, akhirnya kalah juga oleh perasaannya yang ingin menolong. Dia memberanikan diri mendekati Medasing. Dengan takut-takut dan gemetaran dia mengobati Medasing. Mula-mula mereka berdua tidak banyak biacara. Sayu sendiri tidak berani berbicara sebab dia takut pada Medasing. Sedangkan Medasing sendiri memang mempunyai karakter yang pendiam. Selama ini Medasing memang terkenal tidak suka bicara. Dia hanya bicara pada hal-hal yang penting saja. Namun lama kelamaan antara Sayu dan Medasing ini menjadi akrab. Medasing suka membicarakan pengalaman hidupnya. Dari cerita Medasing tentang bagaimana ia sebelum menjadi seorang penyamun yang sangat ditakuti sekarang ini, Medasing bukanlah keturunan seorang penyamun. Medasing keturunan orang baik-baik.
Dulu Medasing anak seorang saudagar kaya. Ayah Medasing yang kaya itu dirampok secara oleh segerombolan penjahat. Kedua orang tuanya dibantai dan dibunuh oleh gerombolan penjahat itu. Dia sendiri, karena masih kecil sekali, tidak dibunuh oleh gerombolan tersebut. Medasing lalu dibawa ke sarang gerombolan. Karena pimpinan penyamun itu tidak punya anak, Medasing begitu disayanginya. Dia lalu diangkat oleh kepala penyamun itu sebagai anaknya. Setelah ayah angkatnya meninggal dunia, pucuk pimpinan gerombolan penyamun langsung dipegang Medasing.
Jadi gerombolan perampok yang dia pimpin sekarang ini adalah gerombolan penyamun warisan dari ayah angkatnya. Medasing sendiri tak pernah bercita-cita ingin menjadi penyamun, apalagi menjadi pimpinan perampok.
Karena sejak kecil hidupnya di dalam lingkungan perampok terus, sehingga Medasing tidak tahu pekerjaan lain selain merampok. Hati Sayu menjadi luluh juga mendengar penuturan Medasing tentang sejarah hidupnya. Rasa benci dan dendam pada Medasing lama kelamaan menjadi luntur. Kemudian dengan penuh kesabaran dan penuh kasih sayang yang tulus, Sayu merawatnya sampai sembuh.
Persediaan makanan dalam hutan sudah habis. Sayu sangat khawatir akan keadaan itu. Itulah sebabnya dia mencoba mengajak Medasing agar bersedia keluar dari persembunyiannya. Karena menyadari akan kenyataan itu Medasing akhirnya setuju dengan ajakan Sayu. Dan mereka keluar dari hutan menuju kota Pagar Alam.
Sampai di kota Pagar Alam, keduanya langsung menuju ke rumah Sayu. Tapi sampai di rumahnya, Sayu sangat terkejut, sebab rumah itu sekarang bukan milik mereka lagi, tapi sudah menjadi milik orang lain. Menurut penuturan penghuni baru itu, ibunya sekarang tinggal di pinggiran kampung. Mendengar itu, kedua orang ini langsung pergi menuju ke tempat Nyai Haji Andun.
Ternyata Nyai Haji Andun tidak meninggal sewaktu diserang Medasing dan kawan perampoknya. Dia hanya terluka parah dan berhasil sembuh kembali. Sekarang dia tinggal sendirian di ujung kampong dengan keadaan sakit keras. Dia sering mengigau anaknya yang dibawa perampok. Nah, disaat ibunya sedang kritis, Medasing dan Sayu muncul dihadapannya. Betapa bahagianya Nyai Haji Andun bertemu dengan anak perawan yang sangat dirindukannya itu. Dan rupanya itulah pertemuan terakhir mereka.
Menyaksikan kenyataan itu hati Sayu hancur, Medasing sendiri juga hancur hatinya. Kenyataan telah menyadarkan dirinya betapa kejamnya dia selama ini. Dia begitu menyesal. Dia sangat malu dan berdosa pada Sayu dan keluarganya. Sehingga waktu itu, karena segala macam yang berkecamuk, medasing memutuskan hendak meninggalkan Sayu.
Sejak itu Medasing berubah total hidupnya. Dia menjadi seorang hartawann yang sangat penyayang pada siapa saja. Lima belas tahun kemudian Medasing berangkat ke tanah suci. Kembalinya dari tanah suci, ramai orang-orang kampong menyambut kedatangannya.
Suatu malam, ketika Haji Karim sedang duduk termenung sambil mengenag masa lalunya yang kelam, tiba-tiba pintu rumahnya ada yang mengetuk. Ternyata orang yang mengetuk pintu itu adalah Samad. Haji Karim masih kenal dengan Samad sebab Samad adalah anak buahnya sendiri yang selalau ia beri tugas sebagai pengintai para saudagar yang sedang lewat sebelum dirampok. Haji karim yang tidak lain adalah Medasing itu, mengajak Samad agar bersedia hidup bersamanya. Waktu itu Samad memang tinggal di rumah Haji Karim dan istrinya yang tidak lain adalah Sayu. Namun paginya secara diam-diam Samad meninggalkan rumah Haji Karim dan Sayu istrinya. Dia pergi entah kemana, sementara Haji Karim dan keluarganya hidup tenteram dan damai di kampung.

Karya Sutan Takdir Alisyahbana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar